Jumat, 05 Juli 2013

Etika Profesi





STUDY KASUS




PERNIKAHAN YANG TIDAK KOKOH SEPERTI YANG DIA HARAPKAN SEBELUMNYA




OLEH :




Yanik Ernawati

AKADEMI KEBIDANAN NUSANTARA JAYA MAKASSAR


2011/2012

 

BAB I

STUDY KASUS

Kasus pernikahan yang tidak kokoh sehingga tidak menerima kehamilannya, Ani sebagai seorang istri dan suaminya bernama Andi yang sudah menikah selama 5 tahun. Pada awal-awal pernikahan mereka, suami istri ini sangat saling menyayangi satu sama lain dan selalu bermesraan dimanapun mereka berada. Kemesraan itu selalu mereka  tunjukkan setiap hari setiap mereka bertemu. Beberapa bulan setelah menikah, Ani sang istri akhirnya mengandung anak pertama mereka. Suami istri ini  merasa sangat senang, karena setelah sekian lama menunggu akhirnya mereka mendapatkan anak juga. Setelah sembilan bulan mengandung, akhirnya Ani  melahirkan anak pertama mereka yang diberi nama Willy.




 




Beberapa tahun setelah Willy lahir, konflikpun dimulai karena Ani lebih menyayangi dan memperhatikan Willy dibandingkan suaminya. Andipun mulai bosan dan sering marah-marah apabila dia berada dirumah, karena dia merasa telah dinomor duakan oleh istrinya. Dari situ Andi kemudian sering pulang kerumah dalam keadaan mabuk dan membanting isi rumah sambil berteriak marah-marah. Setiap kali istrinya memperingatkan dia jangan mabuk-mabukan, Andi selalu marah kemudian memukuli istrinya didepan anak mereka. Keadaan itu hampir setiap hari terjadi didalam rumah tangga mereka. Ani merasa sudah tidak tahan dengan perlakuan suaminya yang sering memukuli dia dan membentak-bentaknya. Ani kemudian berencana untuk pergi dari rumah, tetapi dia terus memikirkan bagaimana nantinya masa depan anak mereka. Ani terus berusaha untuk sabar menghadapi suaminya meskipun dalam hati dia  merasa sudah tidak mampu lagi.




 




Sampai pada suatu hari, sesuatu  hal yang dia tidak inginkan pun terjadi. Ani merasa tidak enak badan, lalu diapun pergi kedokter untuk memeriksakan keadaanya tetapi dokter kemudian berkata “ Ibu selamat, ibu sedang mengandung 3 minggu”. Ani pun kaget dan pulang dengan muka tidak percaya yang bercampur sedih dan bingung. Dia memikirkan bagaimana nantinya nasib anak yang dikandungnya itu dalam keadaan rumah tangga yang tidak harmonis yang sering diwarnai dengan pertengkaran yang hampir setiap hari terjadi. Kemudian Ani pun memberitahu suaminya tentang kabar itu, tetapi tidak disangka suaminya malah marah-marah dan menyalahkannya.

Ani kemudian bingung tidak tahu harus berbuat apa, karena dalam hati kecilnya dia juga tidak menginginkan kehamilan itu terjadi. Ani kemudian berfikir untuk mengaborsi janin yang ada dalam kandungannya tanpa sepengetahuan suaminya, karena dia sudah mengetahui bagaimana nantinya reaksi suaminya apabila dia memberitahukan hal tersebut. Keesokan harinya Ani pun pergi kesalah satu praktek bidan swasta untuk meminta tolong mengeluarkan janin yang ada dalam kandungannya secara paksa atau aborsi. Ani lalu menjelaskan mengapa dia mau melakukan aborsi, tetapi bidan itu menolak dengan alasan takut dan tidak mau membunuh anugerah yang sudah diberikan TUHAN kepada Ani. Tetapi Ani tetap pada pendiriannya ingin melakukan aborsi, bidan terus menolak permintaannya tersebut. Bidan kemudian menjelaskan kepada Ani bahwa melakukan aborsi itu akan mempunyai banyak resiko yang harus difikirkan, contohnya bisa terjadi perdarahan, infeksi dan kanker mulut rahim (serviks).

Bidan inipun tidak tahu harus berbuat apa, karena apabila dia melakukan tindakan tersebut dia akan melanggar kode etik profesinya sebagai seorang bidan yang sanksinya bisa dikeluarkan dari organisasi atau izin prakteknya akan ditutup oleh Dinas Kesehatan, selain itu dia juga akan merasa bersalah terus-menerus didalam hatinya karena dengan sengaja telah melakukan pembunuhan terhadap janin Ani. Akan tetapi sebagai seorang perempuan didalam hatinya bidan ini juga merasa kasihan kepada Ani dan janinnya. Karena walau bagaimana pun, kondisi psikis dan psikologi seorang ibu yang sedang hamil akan mempengaruhi perkembangan janin yang ada didalam kandungannya.

Bidan kemudian menyarankan dan memberikan segala solusi dan cara yang terbaik kepada Ani agar tetap mempertahankan kehamilannya, tetapi Ani tetap menolak dan memaksa bidan membantunya untuk menggugurkan kandungannya bagaimanapun caranya karena dia tidak siap menerima kehamilannya saat ini.


BAB II

                                     CARA PENANGANAN / SOLUSI

A.     DITINJAU DARI SEGI ETIKA

Kadang – kadang bidan terpaksa harus melakukan cara pengobatan tertentu yang membahayakan seperti operasi dengan memikirkan tindakan yang akan dilakukan tersebut dengan sungguh – sungguh dan dari berbagai pertimbangan baik dari dokter, bidan itu sendiri, maupun keluarga demi keselamatan pasien. Sebelum melakukan tindakan perlu dibuat persetujuan tertulis terlebih dahulu atau dari keluarga (informed consent) sesuai peraturan menteri kesehatan.


Tuhan Yang Maha Esa menciptakan seseorang yang pada suatu  waktu akan menemui ajalnya, tidak seorangpun bahkan bidan atau dokter ahli yang dapat mencegahnya. Sudah naluri makhluk hidup untuk mempertahankan hidupnya, untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir dan mengumpulkan pengalamannya terutama dalam bidang kesehatan sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari berbagai bahaya yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini merupakan tugas sebagai seorang bidan dalam menyelamatkan ibu dan bayi, harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup ibu dan bayinya, ini berarti bahwa baik menurut agama, Undang – undang Negara, maupun kode etik kebidanan, seorang bidan tidak diperbolehkan melakukan aborsi, mengakhiri hidup pasien yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin sembuh lagi.

Maka dalam keputusan melakukan aborsi perlu dengan alasan medis, dan harus dibuat oleh dokter dan sekurang – kurangnya dua dokter dengan berbagai pertimbangan dan keputusan tertulis oleh wanita hamil yang bersangkutan, suaminya, dan atau keluarganya yang terdekat.

B.     DITINJAU DARI SEGI MORAL

Bagi seorang wanita,  jika anda sedang memikirkan untuk melakukan aborsi, tenangkan pikiran anda. Aborsi bukanlah suatu solusi sama sekali. Aborsi akan membuahkan masalah-masalah baru yang bahkan lebih besar lagi bagi anda didunia dan diakhirat.Ada beberapa pihak yang dapat diminta bantuannya dalam hal menangani masalah aborsi ini yaitu:

1. Keluarga dekat atau anggota keluarga lain.

2. Saudara-saudara seiman.

3. Orang-orang lain yang bersedia membantu secara pribadi.

Pertama-tama, hubungi keluarga terlebih dahulu. Orang tua, kakak, om, tante atau saudara-saudara dekat lainnya. Minta bantuan mereka untuk mendampingi di saat-saat yang sukar ini.

C.     DITINJAU DARI SEGI HUKUM

Dalam hukum di Indonesia, ketentuan yang mengatur masalah aborsi terdapat dalam KUHP dan Undang – Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 15 yaitu ; 1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2. Tindakan medis tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan ; a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tertentu, b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli, c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarga, d. pada sarana kesehatan tertentu. Ketentuan dalam KUHP yang mengatur masalah tindak pidana aborsi terdapat didalam pasal 299, 346, 347,348, dan 349 yaitu ;

·         Pasal 299 KUHP : barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

·         Pasal 347 KUHP : seorang perempuan dengan sengaja menggurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

·         Pasal 348 KUHP : 1. barang siapa dengan sengaja menggurkan atau mematikan kandungannya seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan, 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana tujuh tahun

·         Pasal 349 KUHP : jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah untuk dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Berdasarkan pasal tersebut di atas maka berarti bahwa apapun alasannya diluar alasan medis perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Bila dicermati ketentuan dalam KUHP tersebut dilandasi suatu pemikiran atau paradigma bahwa anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Juga apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life). Oleh karena itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Adapun yang dapat dikenai sanksi pidana berkaitan dengan perbuatan aborsi adalah perempuan yang menggugurkan kandungannya itu sendiri dan juga mereka yang terlibat dalam proses terjadinya aborsi seperti dokter, bidan atau juru obat.


Apabila pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dipahami sebagai Wujud adanya perlindungan terhadap hak perempuan, maka logikanya alasan medis sebagai upaya untuk meyelamatkan jiwa ibu hamil.  Sudah jelas bahwa tindakan aborsi yang ilegal atau tidak dibenarkan oleh hukum tidak dapat dilakukan, maka jalan untuk membantu ibu hamil yang ingin menggurkan kandungannya dengan alasan pernikahan yang tidak lagi harmonis dan kokoh agar tidak menggugurkan kandungannya atau tetap mempertahankan kandungannya,  seorang bidan harus memberikan informasi penjelasan yang akurat terhadap akibat dari tindakan yang akan dilakukan dan hukum yang akan menganutnya

Kalau Undang-Undang Kesehatan memberikan kewenangan tenaga kesehatan untuk menyatakan seorang perempuan yang sedang hamil harus di aborsi dengan alasan medis, untuk pelaksanaannya yakni dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan, suami atau keluarganya dan tentunya perempuan itu sendiri sebagai orang yang mempunyai hak atas fungsi reproduksinya juga kewenangan untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri apabila dirasakan kehamilan itu membawa penderitaan atau trauma berkepanjangan. Keputusan untuk melakukan aborsi dalam kasus seperti ini baru dapat dikatakan legal atau dibenarkan oleh hukum apabila ada persetujuan dari tenaga ahli seperti Psikiater atau Psikolog. Dengan kata lain pemahaman terhadap pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan harus diperluas, sehingga perlindungan terhadap hak perempuan benar-benar diakui secara normatif.

BAB III

KESIMPULAN


        Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan, pernikahan yang tidak kokoh atau selalu ada pertengkarang dalam rumah tangga, bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.

Aborsi aman bila:  1. Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi. 2. Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri. 3. Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid. Pelayanan kesehatan yang memadai adalah hak setiap orang, tidak terkecuali perempuan yang memutuskan melakukan aborsi.      


 Keahlian bidan sekarang ini sering disalahgunakan untuk melakukan tindakan yang menentang hukum dan agama, yaitu melakukan praktek aborsi ilegal. Tapi, terkadang bidan membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi. Hal ini di lakukan karena adanya berbagai penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang dapat membahayakan janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi, sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek aborsi ilegal. Hal ini diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu menggunakan alat kontrasepsi dan mengikuti program KB.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.aborsi.org/
http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.
www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=527 - 17k

http://tulisan-ady.blogspot.com/2008/01/makalah-aborsi.html

www. Oborsi.wikipedia





Tidak ada komentar: