Etika Profesi
STUDY KASUS
PERNIKAHAN YANG
TIDAK KOKOH SEPERTI YANG DIA HARAPKAN SEBELUMNYA
OLEH :
Yanik Ernawati
AKADEMI KEBIDANAN
NUSANTARA JAYA MAKASSAR
2011/2012
BAB I
STUDY KASUS
Kasus pernikahan
yang tidak kokoh sehingga tidak menerima kehamilannya, Ani sebagai seorang
istri dan suaminya bernama Andi yang sudah menikah selama 5 tahun. Pada
awal-awal pernikahan mereka, suami istri ini sangat saling menyayangi satu sama
lain dan selalu bermesraan dimanapun mereka berada. Kemesraan itu selalu
mereka tunjukkan setiap hari setiap mereka
bertemu. Beberapa bulan setelah menikah, Ani sang istri akhirnya mengandung
anak pertama mereka. Suami istri ini
merasa sangat senang, karena setelah sekian lama menunggu akhirnya
mereka mendapatkan anak juga. Setelah sembilan bulan mengandung, akhirnya Ani melahirkan anak pertama mereka yang diberi
nama Willy.
Beberapa tahun
setelah Willy lahir, konflikpun dimulai karena Ani lebih menyayangi dan
memperhatikan Willy dibandingkan suaminya. Andipun mulai bosan dan sering
marah-marah apabila dia berada dirumah, karena dia merasa telah dinomor duakan
oleh istrinya. Dari situ Andi kemudian sering pulang kerumah dalam keadaan
mabuk dan membanting isi rumah sambil berteriak marah-marah. Setiap kali
istrinya memperingatkan dia jangan mabuk-mabukan, Andi selalu marah kemudian
memukuli istrinya didepan anak mereka. Keadaan itu hampir setiap hari terjadi
didalam rumah tangga mereka. Ani merasa sudah tidak tahan dengan perlakuan
suaminya yang sering memukuli dia dan membentak-bentaknya. Ani kemudian
berencana untuk pergi dari rumah, tetapi dia terus memikirkan bagaimana
nantinya masa depan anak mereka. Ani terus berusaha untuk sabar menghadapi
suaminya meskipun dalam hati dia merasa
sudah tidak mampu lagi.
Sampai pada suatu
hari, sesuatu hal yang dia tidak
inginkan pun terjadi. Ani merasa tidak enak badan, lalu diapun pergi kedokter
untuk memeriksakan keadaanya tetapi dokter kemudian berkata “ Ibu selamat, ibu
sedang mengandung 3 minggu”. Ani pun kaget dan pulang dengan muka tidak percaya
yang bercampur sedih dan bingung. Dia memikirkan bagaimana nantinya nasib anak
yang dikandungnya itu dalam keadaan rumah tangga yang tidak harmonis yang sering
diwarnai dengan pertengkaran yang hampir setiap hari terjadi. Kemudian Ani pun
memberitahu suaminya tentang kabar itu, tetapi tidak disangka suaminya malah
marah-marah dan menyalahkannya.
Ani kemudian
bingung tidak tahu harus berbuat apa, karena dalam hati kecilnya dia juga tidak
menginginkan kehamilan itu terjadi. Ani kemudian berfikir untuk mengaborsi
janin yang ada dalam kandungannya tanpa sepengetahuan suaminya, karena dia
sudah mengetahui bagaimana nantinya reaksi suaminya apabila dia memberitahukan
hal tersebut. Keesokan harinya Ani pun pergi kesalah satu praktek bidan swasta untuk
meminta tolong mengeluarkan janin yang ada dalam kandungannya secara paksa atau
aborsi. Ani lalu menjelaskan mengapa dia mau melakukan aborsi, tetapi bidan itu
menolak dengan alasan takut dan tidak mau membunuh anugerah yang sudah
diberikan TUHAN kepada Ani. Tetapi Ani tetap pada pendiriannya ingin melakukan
aborsi, bidan terus menolak permintaannya tersebut. Bidan kemudian menjelaskan
kepada Ani bahwa melakukan aborsi itu akan mempunyai banyak resiko yang harus
difikirkan, contohnya bisa terjadi perdarahan, infeksi dan kanker mulut rahim
(serviks).
Bidan inipun
tidak tahu harus berbuat apa, karena apabila dia melakukan tindakan tersebut
dia akan melanggar kode etik profesinya sebagai seorang bidan yang sanksinya
bisa dikeluarkan dari organisasi atau izin prakteknya akan ditutup oleh Dinas
Kesehatan, selain itu dia juga akan merasa bersalah terus-menerus didalam
hatinya karena dengan sengaja telah melakukan pembunuhan terhadap janin Ani. Akan
tetapi sebagai seorang perempuan didalam hatinya bidan ini juga merasa kasihan
kepada Ani dan janinnya. Karena walau bagaimana pun, kondisi psikis dan
psikologi seorang ibu yang sedang hamil akan mempengaruhi perkembangan janin
yang ada didalam kandungannya.
Bidan kemudian
menyarankan dan memberikan segala solusi dan cara yang terbaik kepada Ani agar
tetap mempertahankan kehamilannya, tetapi Ani tetap menolak dan memaksa bidan
membantunya untuk menggugurkan kandungannya bagaimanapun caranya karena dia
tidak siap menerima kehamilannya saat ini.
BAB II
CARA PENANGANAN
/ SOLUSI
A. DITINJAU DARI SEGI ETIKA
Kadang – kadang bidan terpaksa harus
melakukan cara pengobatan tertentu yang membahayakan seperti operasi dengan
memikirkan tindakan yang akan dilakukan tersebut dengan sungguh – sungguh dan
dari berbagai pertimbangan baik dari dokter, bidan itu sendiri, maupun keluarga
demi keselamatan pasien. Sebelum melakukan tindakan perlu dibuat persetujuan
tertulis terlebih dahulu atau dari keluarga (informed consent) sesuai peraturan
menteri kesehatan.
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan
seseorang yang pada suatu waktu akan
menemui ajalnya, tidak seorangpun bahkan bidan atau dokter ahli yang dapat
mencegahnya. Sudah naluri makhluk hidup untuk mempertahankan hidupnya, untuk
itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir dan mengumpulkan pengalamannya
terutama dalam bidang kesehatan sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan usaha untuk menghindarkan diri dari berbagai bahaya yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini merupakan tugas sebagai seorang bidan dalam menyelamatkan ibu
dan bayi, harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup ibu dan bayinya,
ini berarti bahwa baik menurut agama, Undang – undang Negara, maupun kode etik
kebidanan, seorang bidan tidak diperbolehkan melakukan aborsi, mengakhiri hidup
pasien yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin sembuh lagi.
Maka dalam keputusan melakukan aborsi
perlu dengan alasan medis, dan harus dibuat oleh dokter dan sekurang –
kurangnya dua dokter dengan berbagai pertimbangan dan keputusan tertulis oleh
wanita hamil yang bersangkutan, suaminya, dan atau keluarganya yang terdekat.
B.
DITINJAU DARI SEGI MORAL
Bagi seorang wanita, jika anda sedang memikirkan untuk melakukan
aborsi, tenangkan pikiran anda. Aborsi bukanlah suatu solusi sama sekali.
Aborsi akan membuahkan masalah-masalah baru yang bahkan lebih besar lagi bagi
anda didunia dan diakhirat.Ada beberapa pihak yang dapat diminta bantuannya dalam hal menangani masalah
aborsi ini yaitu:
1. Keluarga dekat atau anggota keluarga lain.
2. Saudara-saudara seiman.
3. Orang-orang lain yang bersedia
membantu secara pribadi.
Pertama-tama, hubungi keluarga terlebih dahulu. Orang tua, kakak, om, tante
atau saudara-saudara dekat lainnya. Minta bantuan mereka untuk mendampingi di
saat-saat yang sukar ini.
C.
DITINJAU DARI SEGI HUKUM
Dalam hukum di Indonesia, ketentuan yang
mengatur masalah aborsi terdapat dalam KUHP dan Undang – Undang Nomor 23 tahun
1992 tentang kesehatan pada pasal 15 yaitu ; 1. Dalam keadaan darurat sebagai
upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan
medis tertentu. 2. Tindakan medis tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan ; a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan
diambilnya tindakan tertentu, b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi
serta berdasarkan pertimbangan tim ahli, c. dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan atau suami atau keluarga, d. pada sarana kesehatan tertentu. Ketentuan
dalam KUHP yang mengatur masalah tindak pidana aborsi terdapat didalam pasal
299, 346, 347,348, dan 349 yaitu ;
·
Pasal 299 KUHP : barang siapa dengan sengaja
mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan
diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
·
Pasal 347 KUHP : seorang perempuan dengan
sengaja menggurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
·
Pasal 348 KUHP : 1. barang siapa dengan
sengaja menggurkan atau mematikan kandungannya seorang perempuan dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan, 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam
dengan pidana tujuh tahun
·
Pasal 349 KUHP : jika seorang dokter, bidan
atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun
membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah untuk dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Berdasarkan
pasal tersebut di atas maka berarti bahwa apapun alasannya diluar alasan medis
perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Bila dicermati ketentuan dalam
KUHP tersebut dilandasi suatu pemikiran atau paradigma bahwa anak yang masih
dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan
perlindungan hukum. Juga apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa
setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga
pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang
melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang digunakan adalah
paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life). Oleh karena itu dalam KUHP
tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Adapun yang
dapat dikenai sanksi pidana berkaitan dengan perbuatan aborsi adalah perempuan
yang menggugurkan kandungannya itu sendiri dan juga mereka yang terlibat dalam
proses terjadinya aborsi seperti dokter, bidan atau juru obat.
Apabila pasal
15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dipahami
sebagai Wujud adanya perlindungan terhadap hak perempuan, maka logikanya alasan
medis sebagai upaya untuk meyelamatkan jiwa ibu hamil. Sudah jelas bahwa tindakan aborsi yang ilegal
atau tidak dibenarkan oleh hukum tidak dapat dilakukan, maka jalan untuk
membantu ibu hamil yang ingin menggurkan kandungannya dengan alasan pernikahan
yang tidak lagi harmonis dan kokoh agar tidak menggugurkan kandungannya atau
tetap mempertahankan kandungannya, seorang
bidan harus memberikan informasi penjelasan yang akurat terhadap akibat dari
tindakan yang akan dilakukan dan hukum yang akan menganutnya
Kalau
Undang-Undang Kesehatan memberikan kewenangan tenaga kesehatan untuk menyatakan
seorang perempuan yang sedang hamil harus di aborsi dengan alasan medis, untuk
pelaksanaannya yakni dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan, suami atau
keluarganya dan tentunya perempuan itu sendiri sebagai orang yang mempunyai hak
atas fungsi reproduksinya juga kewenangan untuk mengambil keputusan atas
dirinya sendiri apabila dirasakan kehamilan itu membawa penderitaan atau trauma
berkepanjangan. Keputusan untuk melakukan aborsi dalam kasus seperti ini baru
dapat dikatakan legal atau dibenarkan oleh hukum apabila ada persetujuan dari
tenaga ahli seperti Psikiater atau Psikolog. Dengan kata lain pemahaman
terhadap pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan harus diperluas,
sehingga perlindungan terhadap hak perempuan benar-benar diakui secara
normatif.
BAB III
KESIMPULAN
Meski pengguguran kandungan (aborsi)
dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan
aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan
aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut,
misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan, pernikahan yang tidak
kokoh atau selalu ada pertengkarang dalam rumah tangga, bentuk kekerasan lain
termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi
tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO
menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang
tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap
tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu
meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh
perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir,
yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi
yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.
Aborsi aman bila:
1. Dilakukan oleh pekerja kesehatan
(perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan
aborsi. 2. Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang dilakukan
dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril
atau tidak tercemar kuman dan bakteri. 3. Dilakukan kurang dari 3 bulan (12
minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid. Pelayanan kesehatan yang memadai
adalah hak setiap orang, tidak terkecuali perempuan yang memutuskan melakukan aborsi.
Keahlian bidan sekarang ini sering
disalahgunakan untuk melakukan tindakan yang menentang hukum dan agama, yaitu
melakukan praktek aborsi ilegal. Tapi, terkadang bidan membantu wanita hamil
untuk melakukan aborsi. Hal ini di lakukan karena adanya berbagai penyebab
diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang dapat membahayakan
janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat
kontrasepsi, sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak
akan terjadi praktek aborsi ilegal. Hal ini diharapkan kepada seluruh
masyarakat agar selalu menggunakan alat kontrasepsi dan mengikuti program KB.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aborsi.org/
http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.
www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=527 - 17k
www. Oborsi.wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar